Jangan Cuma Andalkan APBD, Kreatif, Kreatif, Kreatif

Oleh : H Affan Bey Hutasuhut
RIAUMERDEKA-“The Power Of Emak-emak” pendukung militan Paslon Anton-Poti di Pilkada Rohul yang lalu masih saja ngomel di sana-sini meski masa tahun ajaran baru sudah berlangsung lebih sepekan lalu.
Mereka sakit hati seakan terpeluk ‘pohon salak’ lantaran janji kampanye untuk membagikan seragam sekolah gratis cuma omon-omon.
Bahkan ocehan semakin kencang meski mereka telah mendengar, bahwa ini bukan soal janji kosong. Tapi kondisi keuangan memang lagi cekak mulai dari pusat, provinsi hingga kabupaten termasuk Rokan Hulu lantaran ada kebijakan pusat berkaitan dengan pengetatan anggaran alias efisiensi.
“Apa itu efisiensi, tak paham kami itu. Yang saya tau manusia dipegang cakapnya,”ujar Yanti seorang emak warga Ujungbatu, pendukung berat Anton.
Memasuki jabatan kepala daerah yang baru berusia sekitar empat bulan memang tak mudah bagi bupati, walikota, gubernur dan lainnya seketika mampu mewujudkan janji manis kampanyenya jika hanya mengandalkan APBD yang sudah tersaji sebelum mereka terpilih.
Makanya, agar program pembangunan yang sudah dicanangkan pada saat kampanye Pilkada baru lalu bisa ditunaikan, diperlukan kreatifitas kepala daerah dan jajarannya untuk menggali apa saja yang dinilai berpotensi meningkatkan PAD ke depan ini. Supaya tidak terdengar lagi program terkendala karena menyesuaikan APBD.
APBD haru terus dibentengi lantaran tidak sekadar mampu mewujudkan ‘janji manis’ kampanye atau pembangunan yang sudah dirancang, tapi juga tetap siaga satu mana tahu masa efisiensi dari pusat sewaktu-waktu kembali menyergap.
Tergantung APBD
Sering kali khalayak ramai mendengar jika suatu program tak terwujud karena keterbatasan APBD. Itu sudah lagu lama usang yang kasetnya sudah diputar puluhan bahkan ratusan kali sejak 30 tahun lalu.
Simak petuah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Suatu daerah tidak akan bisa maju jika hanya mengandalkan APBD atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
“Jangan sekali-kali daerah bisa maju kalau hanya mengandalkan APBD. No, tidak. APBD sudah terkunci, 20 persen pendidikan, 10 persen kesehatan, 10 persen infrastruktur, belum yang lain-lain,” kata Tito dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi Tahun 2022, di Jakarta, pada 2022 lalu.
Makanya Kementerian Dalam Negeri terus mendorong kepala-kepala daerah untuk memperbanyak sumber-sumber pendapatan yang sah, salah satunya dengan menarik investasi ke daerah.
Mantan Kapolri itu mengaku tidak banyak kepala-kepala daerah yang berpikir untuk mengelola APBD untuk mendukung iklim investasi di daerahnya. Dana yang berasal dari pusat tersebut justru dihabiskan, tanpa dimanfaatkan untuk mencari sumber pendapatan baru.
“Jadi di otaknya gimana caranya pendapatan dari pusat itu digigit. Boro-boro mau nambah pendapatan dari PAD atau BUMD, yang digerogoti adalah dari pusat,”ungkapnya.
Petuah Tito ini benar adanya. Menteri Keuangan Sri Muliani senada dengan Tito. “Ada banyak skema pembiayaan yang dapat dikolaborasikan dengan berbagai pihak, termasuk sektor swasta, untuk membantu pembangunan daerah,”ujarnya.
Makanya, Sri Mulyani, meminta kepada Kepala Daerah untuk tidak bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam melakukan pembangunan. Dia juga menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bisa berinovasi dalam membiayai pembangunan di wilayahnya.
Banyak Contoh PAD Naik Karena Pejabat Kreatif
Skema lainnya bisa dilakukan dengan upaya pemkab mendorong beragam pemberdayaan ekonomi masyarakat, seperti beternak sapi, unggas, kambing dan lainnya.
Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Blitar tergolong sukses dalam ini. PAD Produk Asal Hewan yang dihasilkan Kabupaten Blitar sebanyak Rp 765.357.500 pada tahun 2020.
PAD ini naik setiap tahun lantaran kerja keras dari pihak Dinas Peternakan dan Perikanan tersebut mendorong peternak untuk memproduksi ternak sebanyak-banyaknya. Hasilnya populasi unggas, kambing, sapi, di daerah tersebut cukup tinggi.
PAD Desa Terobos Ratusan Juta
Para pengelola wisata di Rohul boleh belajar dari keberhasilan Desa Rahtawu, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus. Daru retribusi wisatawan mencapai Rp 800 juta setahun dan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat yang tak bisa dicover Dana Desa (DD) maupun Alokasi Dana Desa (ADD).
Saya tak akan berpanjang-panjang lagi memaparkan tulisan yang ini saja mungkin sudah kepanjangan. Intinya, jika bisa, Insya Allah jangan lagi ada terdengar program yang gagal karena dananya menyesuaikan APBD yang tersedia.
Karena itu harus kreatif menggali sumber dana sebagaimana layaknya. Berusaha dan kerja keraslah secara maksimal, kalau gagal cari solusinya, evaluasi.
Bukanlah suatu dosa jika sesuatu program gagal sepanjang sudah diupayakan secara maksimal. Terkendala faktor alam, misalnya. Yang haram jika gagal karena dananya dikorupsi atau para pejabatnya masih mau antar dan jemput anak sekolah dan lainnya seakan kerja lepas utang.
Penulis : H Affan Bey Hutasuhut
Wartawan TEMPO 1987-1994, Pimred Tabloid Mentari 2002, Pimred Sumut Pos 2003 - 2013
Tulis Komentar