Quo Vadis Petani Kelapa Sawit Bukit Kusuma

Oleh : Palasroha Tampubolon
RIAUMERDEKA-"Quo vadis" adalah frasa bahasa Latin yang berarti "Ke mana engkau pergi?" atau "Ke mana kamu pergi?.
Demikianlah yang dialami oleh Ratusan Petani Kelapa Sawit yang merupakan Warga Desa Bukit Kusuma Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau yang saat ini berada diambang trauma.
Pasalnya, Desa Bukit Kusuma merupakan bagian dari Wilayah Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) saat ini gencar dilakukan penertiban oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).
Ironisnya, Warga yang berdomisili di Bukit Kusuma seolah-olah dijadikan kambing hitam dan dipaksa menyerahkan kebun Sawit mereka kepada pemerintah, sebagai konsekuensi Warga disebut sebagai perambah kawasan hutan konservasi.
Padahal petani kebun Kelapa Sawit tersebut membeli lahan dari Masyarakat tempatan. Hal itu ditandai dengan adanya Surat Keterangan Riwayat Tanah (SKRT) yang dikeluarkan oleh pemerintah desa setempat, bahkan ada pula yang telah memiliki alas hak seperti sertifikat.
Tak hanya sampai disitu, pemerintah seolah tidak mau tahu akar persoalan yang terjadi ditengah-tengah Masyarakat. Kebijakan pemerintah menimbulkan pertanyaan pikiran yang waras kenapa selama ini dilakukan pembiaran jika Warga melanggar hukum.
Malah sebaliknya, pemerintah daerah Kabupaten Pelalawan membangun sarana publik seperti sekolah, pusat kesehatan masyarakat, rumah ibadah, infrastruktur jalan, jaringan listrik dan pemberdayaan Masyarakat di Desa Bukit Kusuma.
Jika mau jujur, bukankah sebelumnya yang membabat pohon di kawasan TNTN adalah pihak perusahaan yang memperoleh izin pemerintah guna mengambil kayu. Sebagai bukti kongkrit di kawasan itu adanya akses jalan perusaahan yang cukup lebar untuk mengangkut kayu pada beberapa tahun silam.
Pada akhirnya, Kebijakan Presiden Prabowo Subianto mendapat penolakan dari Warga meninggalkan kebun mereka sebagai sumber nafkah untuk menghidupi keluarga. Beberapa kali Masyarakat melakukan demo dan menyampaikan aspirasinya di kantor Gubernur Riau. Tak hanya itu, hampir setiap hari menjadi trending topik dan viral yang melintas di beranda sosial media.
Mereka bukan tidak mendukung program pemerintah, namun mereka menolak karena tidak ada solusi demi kelangsungan hidup keluarganya. Masyarakat meminta agar pemerintah hadir dalam mencarikan solusi bukan hanya melakukan eksekusi dan mengamputasi masa depan mereka.
Diketahui, tugas pokok pungsi Satgas PKH mestinya melakukan penertiban kawasan hutan, namun anehnya kebun kelapa sawit yang ada di lahan Konservasi TNTN tersebut tidak dikembalikan menjadi hutan seperti semula. Malah kebun Sawit tersebut diambil alih oleh Negara yang dikelola oleh PT Agrinas Palma Nusantara (Persero).
Padahal, Satgas ini dibentuk untuk menangani masalah kawasan hutan, termasuk penertiban lahan yang dikelola secara ilegal, pemulihan aset negara, dan penegakan hukum terkait pelanggaran kawasan hutan.
"Saat ini kami tidak tahu kemana kami mau pergi, karena hidup kami bergantung dengan lahan kebun kelapa sawit yang kami miliki,"ujar Serly salah seorang ibu rumah tangga, Sabtu (12/7/2025).
Akibat kebijakan pemerintah yang menuai pro kontra itu, belakangan diketahui seringnya dilakukannya demo yang berjilid-jilid di depan Kantor Gubernur Riau, sehingga menjadi tranding topik di beranda sosial media maupun dimedia mainstream.
Kendati diketahui dasar hukum utama penertiban hutan di Indonesia adalah berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Peraturan ini bertujuan untuk menertibkan kawasan hutan yang digunakan secara ilegal, termasuk untuk kegiatan perkebunan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Beberapa peraturan lain yang terkait adalah: Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.
Penulis: Palasroha Tampubolon Wartawan Harian Pagi Metro Riau 2008 - 2012
Tulis Komentar